CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

11 Agustus 2009

Computer Generated Imagery

Dari sebuah ide untuk membuat satu kerja penghitungan lebih efektif, maka dibuatlah komputer. Pada mulanya digunakan teknologi vacuum tube, sehingga komputer pada saat itu sangat besar dan memerlukan banyak ruang. Awalnya hanya dipergunakan untuk menghitung, lalu IBM menggembangkan segala fitur, kompatibiltas, efisiensi dan efektfitas kerjanya. Komputer semakin kecil. Hingga hari ini komputer telah berevolusi menjadi laptop atau note book. Teknologi portable yang ringan dan mudah dibawa ke mana saja.

Dari sebuah khayalan sederhana untuk membuat gambar yang diam menjadi bergerak, maka ditemukanlah film. Pada awalnya manual dengan menggabungkan beberapa gambar diam dalam korelasi dan urutan peristiwa tertentu (frame to frame). Ketika kamera film ditemukan, berkembang pula eksplorasi film. Hingga saat ini hadir di ruang-ruang keluarga hampir di seluruh dunia.

Lagi-lagi berangkat dari sebuah ide untuk menampilkan ilusi tanpa adanya campur tangan manusia maka dikembangkanlah animasi. Saat ini animasi telah sampai pada 3 dimensi (3 D). Animasi 3 D awalnya berkembang dari bentuk animasi silhuet (bayangan), mirip wayang di Indonesia dan animasi boneka atau stop motion. Perkembangan di bidang teknologi, budaya dan perfilman konsep animasi diubah menjadi Computer Generated Imagery (CGI).

Belum lama ini hampir seluruh bioskop di Indonesia diputar film G.I. Joe. Sebuah film laga superhero bikinan Hollywood. Dalam film tersebut banyak ditampilkan berbagai adegan berbahaya, tembakan sinar laser, ledakan dahsyat sampai adegan ketika menara Eiffel hampir diluluhlantakkan dengan teknologi nano. Begitu dahsyat dan penuh sensasi visual. Seolah-olah semuanya nyata. Benarkah demikian? Beberapa adegan yang dilakukan oleh propotype animasi tokoh dan banyak lagi efek visual artistik yang dibuat sedemikian rupa dalam film G.I.Joe.

Film lain yang cukup monumental dan meraih penggemar luar biasa adalah Kungfu Panda. Film ini menampilkan tokoh-tokoh binatang yang cukup dikenal dalam mitologi China. Film produksi DreamWorks Animation SKG Inc ini melewati riset dan proses pembuatan yang cukup panjang, kurang lebih delapan tahun.

Film animasi anak buatan Malaysia, “Upin dan Ipin”, cerita tentang dua anak laki-laki kembar yang nakal. Film dengan latar belakang Islam dan melayu ini cukup menarik disimak sebagai film edukasi bagi anak.

Belakangan banyak juga diproduksi film animasi buatan Indonesia, terutama film-film yang dibuat secara independen dan beredar secara terbatas, maupun yang beredar secara komersil. Misalnya Home land. Termasuk juga film tayangan Indosiar yang diproduksi oleh Genta Buana Pitaloka, dan masih banyak lagi.

Jauh sebelum G.I Joe atau Kungfu Panda dan Upin Ipin dibuat, Film Hollywood yang pertama kali menggunakan Computer Generated Images (CGI) dua dimensi adalah Westworld (1973). Pada tahun 1976 dibuatlah film Futureworld. Film ini dianggap film hollywood pertama kali yang menggunakan CGI.

Baru pada tahun tahun 1995 dibuatlah film yang berjudul, ”Toy Story”. Film ini dibuat oleh salah satu perusahaan animasi terbesar saat ini, yaitu Pixar Film yang dibiayai dan dipasarkan The Walt Disney Company itu sukses besar sebagai film pertama yang secara penuh menggunakan teknologi komputer. Sejak saat itu studio animasi digital lain seperti Blue Sky Studios (Fox), DNA Productions (Paramount Pictures and Warner Bros.), Onation Studios (Paramount Pictures), Sony Pictures Animation (Columbia Pictures), DreamWorks, dan yang lainnya tak mau ketinggalan untuk memproduksi film sejenis.


Tentang Animasi

Computer Generated Image atau CGI dapat diartikan sebagai segala macam gambar yang dihasilkan dari kerja komputer dengan menggunakan software tertentu. Selanjutnya gambar-gambar yang semula diam, diolah sedemikian rupa dalam bentuk aplikasi tertentu.

Secara sederhana animasi atau motion graphic dapat diartikan sebagai upaya untuk menghidupkan urutan still image (gambar tidak bergerak). Animasi merupakan sebuah kreasi dari permainan irama melalui penggabungan rangkaian gambar. Dengan kata lain animasi merupakan sebuah penciptaan citra dan ilusi dari gambar-gambar yang sebenarnya tidak bergerak, dibuat sedemikian rupa sehingga seolah-olah menjadi bergerak. Sedangkan stop motion adalah teknik atau cara penggarapan yang dilakukan dengan frame per frame.

Dalam perkembangannya, stop motion animation sering disebut juga claymation, karena animasi ini sering menggunakan clay (plastisin/tanah liat) sebagai objek yang digerakkan. Berdasarkan teknik penggarapannya, selain limited animation, dan teknik yang paling baru adalah CGI atau Computer Generated Imagery.

Perkembangan animasi stop motion terus berjalan seiring dengan kecanggihan teknologi dan komputer animasi. Terbukti, sejak diperkenalkannya teknik baru, CGI atau Computer Generated Imagery di dunia animasi, tak lantas membuat stop motion dijauhi dari peminatnya. Malahan stop motion kini, semakin berjaya dengan kemudahan teknologi digital dan CGI. Film Corpse Bride yang digarap oleh Tim Burton misalnya. Film inilah yang pertama kali menggunakan teknologi full digital, peralatan yang dipakai kamera digital SLR still photography untuk merekam adegannya, dan untuk mengedit gambarnya menggunakan Apple’s Final Cut Pro.

Pada awalnya animasi yang dibuat berbentuk atau berbasis 2 dimensi (2 D). Pada saat ini animasi obyek yang dibuat hanya memperhatikan dua dimensi atau dua sisi obyek saja Yakni objek yang dianimasi mempunyai ukuran panjang (x-axis) dan lebar (y-axis), tanpa memikirkan atau mempertimbangkan sisi volume.

Realisasi nyata dari perkembangan animasi dua dimensi yang cukup revolusioner berupa dibuatnya film-film kartun. Seven Dwarfs (1937) dan Fantasia (1940) dari Walt Disney adalah karya-karya film kartun yang melegenda sampai sekarang.

CGI 2 D dipakai pertama kali pada film ”Westworld” (1973) karya novelis scifi Michael Crichton dan sekuelnya ”Futureworld” (1976) menggunakan CGI 3D untuk membuat tangan dan wajah yang dikerjakan oleh Edwin Catmull, ahli komputer grafik dari New York Institute of Technology (NYIT). Tapi, tidak semua film berhasil memberikan sentuhan animasi yang bagus. Film ”Tron” (1982) dan ”The Last Starfighter” (1984) termasuk yang gagal karena efek yang dibuat terlalu kaku dan tampak sekali buatan komputer.

Seiring berjalannya waktu, animasi komputer terus berkembang pesat. Terutama sejak diciptakannya animasi berbasis tiga dimensi (3D Animation). Animasi 3 D menambahkan volume obyek yang dianimasi, obyek yang dianimasikan mempunyai ukuran panjang, lebar, dan tinggi (Z-axis) maka objek dan pergerakannya hampir mendekati kenyataan aslinya.


Mulai sekitar tahun 2000, CGI memegang peran dominan untuk pemberian efek visual pada sebuah film. Teknologinya pun berkembang sehingga memungkinkan dalam sebuah adegan berbahaya, sang aktor digantikan oleh aktor ciptaan atau reka komputer. Figuran yang diciptakan dengan komputer seperti pada triloginya Peter Jackson, ”Lord of The Ring”, pun banyak dipakai untuk menciptakan adegan keramaian penuh sesak, tentu dengan bantuan perangkat lunak simulasi.

Salah satu efek CGI dalam film yang kurang dikenal, namun penting, adalah digital grading. Dengan efek ini warna asli hasil shooting direvisi menggunakan perangkat lunak untuk memberikan kesan sesuai dengan skenario. Bahkan digital grading digunakan unutk membuat reka mimic dan ekspresi hingga sesuatu yang detail, misalnya senyuman, tetes air mata, dll.



Sepintas Pembuatan Film Animasi dan Berbagai Efek Visual melalui Komputer


Banyak ragam perangkat lunak yang bisa digunakan untuk membuat gambar 2 D dan 3 D lengkap dengan berbagai efek yang dikehendaki. Beberapa software CGI yang digunakan untuk membuat animasi 2 D misalnya: Macromedia Flash, GlF Animation, Corel Rave. Bahkan kini, Corel Draw dan Photoshop sudah memiliki tools untuk membuat animasi dengan kapasitas tertentu.

Sedangkan software yang sering digunakan untuk membuat effect atau karakter animasi 3 D antara lain: Art of Illusion, Maya, 3 D Max, Blender, After Effect, Alias Wave Front AMA, Light Wave, dan Cinema 4D.

Dapat disimpulkan, beberapa fungsi CGI sebagai sebuah konsep sekaligus aplikasi dalam film antara lain: Membuat visual efek tertentu, misalkan membuat api, ledakan, membuat karakter tokoh tertentu, (2) Membuat film kartun dan animasi, (3) Membuat simulasi adegan sebelum take gambar, dll.

Pembuatan film animasi dan berbagai kecanggihan efek computer tentu saja memerlukan biaya yang tidak sedikit, minimal seperangkat komputer dengan spesifikasi dan kapasitas yang sesuai. Menurut AndyHendrickson, kepala produksi Dream Works, separuh dari anggaran biaya produksi yang kabarnya mencapai 90 juta dolar AS dipergunakan untuk animasi komputer.


Tak bisa dipungkiri kecanggihan teknologi semacam ini mempunyai peluang yang sangat besar ke depannya. Di Indonesia kian banyak bermunculan personal, komunitas, atau bahkan perusahaan yang secara khusus intens di dunia desain dan pembuatan film animasi. Banyak sekali orang Indonesia yang terlibat dalam pembuatan film animasi bahkan untuk film sekelas Hollywood.Menurut salah seorang kawan, yang kebetulan berprofesi sebagai game developer mengatakan bahwa “orang kita” tidak kalah dengan orang-orang Hollywood.

28 Juli 2009

Teknologi 3,5 G, Sebuah Ambivalensi

Segala hal yang ada di dunia hadir dengan kompleksitas dimensinya. Ilmu pengetahuan (logos) dianggap sebagai satu hal yang paling solutif untuk menyelesaikan segala persoalan kemanuisan. Termasuk teknologi. Einstein tak pernah berpikir kalau penemuannya akhirnya digunakan untuk meledakkan Jakarta beberapa hari yang lalu.Ya begitulah, semuanya hadir secara ambivalen. Baik dan buruk, hitam dan putih. Mungkin tak mutlak, karena pasti ada sisi yang abu-abu.

Salah satu teknologi komunikasi yang sedang mulai banyak di implementasikan, khususnya di Indonesia adalah teknologi wireless 3G (Third Generation) atau generasi ketiga untuk komunikasi selular. Seperti baru berapa detik yang lalu kita mendengar istilah 3 G. Di detik ini kita sudah ditawari fitur yang lebih canggih. 3, 5 G. Apakah itu? 3,5 G atau yang sering disebut juga super 3G merupakan upgrade dari teknologi 3G, terutama dalam peningkatan kecepatan transfer data yang lebih dari teknologi 3G (>2Mbps) sehingga dapat melayani komunikasi multimedia seperti akses internet dan bertukar data video (video sharing).

Teknologi ini merupakan penyempurnaan teknologi sebelumnya dengan menutupi semua keterbatasan 3G. Contohnya layanan panggilan video 3,5G mengalami penyempurnaan dengan meniadakan penundaan suara maupun penundaan pada tayangan wajah lawan bicara di layar ponsel (yang sering terjadi pada 3G), sehingga melakukan panggilan video (video call) melalui jaringan 3,5G jauh lebih terkesan hidup.

Kehadiran 3 G saja sudah cukup mampu menarik perhatian masyarakat luas. Apalagi 3,5 G yang mempunyai kelebihan fasilitas yang cukup menggiurkan bagi kalangan penggila teknologi. Pasti akan sangat menarik perhatian masyarakat luas, dari berbagai kalangan, bahkan kalangan menengah ke bawah, seperti halnya 3 G. Terkesan naïf memang, namun begitulah kenyataannya. Orang tidak akan segan-segan mengeluarkan banyak uang hanya untuk membeli HP 3,5G.

Kehadiran fasilitas 3,5 G pada akhirnya bukan menjadi kebutuhan, melainkan menjadi bagian dari trend, gengsi dan media pencitraan bahwa penggunanya adalah orang yang modern, tidak gagap teknologi dan selalu mengikuti perkembangan zaman, bahkan mungkin akan menjadi tolak ukur kekayaan seseorang.

Bila dimiliki oleh orang yang tidak bertanggung jawab, fasilitas yang ada sangat mungkin dijadikan media untuk melakukan aktivitas immoral misalnya, mendownload dan mengupload gambar porno, video porno, melakukukan pelecehan, kebohongan-kebohongan atau berbagai tindakan lain yang mungkin mengarah kea rah yang lebih tidak bermoral dan kriminal.

Semakin canggih alat komunikasi jarak menjadi semakin dekat dan waktu seolah semakin singkat dan merapat. Tapi sadarkah kita, bahwa ruang publik yang nyata telah semakin sempit. Kita kehilangan ruang bermain karena kita lebih sibuk iseng mengirim sms pada teman atau pacar.

Kita telah banyak kehilangan sisi sosial dan kepekaan sosial, karena kita lebih memilih beraktivitas dan berinteraksi di ruang-ruang semu. Disadari atau tidak, blog, email, facebook, dll. Memberi ruang katarsis semu. Berkorelasi kuat untuk membunuh budaya tatap muka.

Tanpa bermaksud bersikap dan membaca secara pragmatis. Di Indonesia konsumsi terhadap teknologi cukup tinggi. Mungkin memang layak kalau bangsa kita disebut sebagai bangsa konsumen. Sayangnya dari berbagai jenis teknologi yang masuk ke Indonesia banyak yang tidak dipahami dan digunakan sebagai sebuah media untuk memberikan kemudahan dan dimanfaatkan dan dikontrol secara optimal. Tapi justru sebaliknya Hari ini teknologi di sekitar kita malah yang mengontrol dan mengendalikan pemakainya. Hati-hatilah dengan 3, 5 anda.

Keunggulan CDMA dibanding GSM

Banyak yang mengatakan bahwa pada dasarnya CDMA lebih baik daripada GSM. Benarkah? Jangan langsung percaya dengan iklan dan promosi. Karena tak ada satu provider pun yang mengatakan bahwa produknya adalah produk kelas kedua. Perlu pembuktian lebih jauh tentunya.

Menurut sejarah awalnya, CDMA (Code Division Multiple Access) merupakan teknologi militer yang digunakan pertama kali pada Perang Dunia II oleh sekutu Inggris untuk menggagalkan usaha Jerman mengganggu transmisi mereka. Sekutu memutuskan untuk mentransmisikan tidak hanya pada satu frekuensi, namun pada beberapa frekuensi. Hal ini menyulitkan Jerman untuk menangkap sinyal yang lengkap.

CDMA adalah sebuah bentuk pemultipleksan (bukan sebuah skema pemodulasian) dan sebuah metode akses secara bersama yang membagi kanal tidak berdasarkan waktu (seperti pada TDMA) atau frekuensi (seperti pada FDMA), namun dengan cara mengkodekan data dengan sebuah kode khusus yang diasosiasikan dengan tiap kanal yang ada dan menggunakan sifat-sifat interferensi konstruktif dari kode-kode khusus itu untuk melakukan pemultipleksan.

CDMA (Code Division Multiple Access) sendiri merupakan metode yang paling menarik. Sistem ini tak punya saluran, tapi mengubah setiap panggilan menjadi kode-kode unik. Pada akhir penerimaan sinyal, informasi dari urutan kode dikirimkan dan memungkinkan sinyal dapat diekstrak dan direkonstruksi kembali.

Kehadiran CDMA ( Code Division Multiple Access ) diperkirakan dapat menggantikan peran GSM ( Global System for Communications ) dalam sistem komunikasi manusia. Mungkinkah demikian? Mari coba kita bandingkan dengan GSM.

GSM (Global System for Mobile Communications). Teknologi yang berbasis Time Division Multiple Access (TDMA) ini adalah sebuah teknologi digital yang memecah-mecah transmisi menjadi paket (burst) lebih kecil berdasarkan waktu dan menyusun kembali informasi-informasi tersebut pada saat penerimaan sehingga bisa dipahami oleh penggunanya.

GSM muncul pada pertengahan 1991 dan akhirnya dijadikan standar telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European Telecomunication Standard Institute). Pengoperasian GSM secara komersil baru dapat dimulai pada awal kuartal terakhir 1992 karena GSM merupakan teknologi yang kompleks dan butuh pengkajian yang mendalam untuk bisa dijadikan standar. Pada September 1992, standar type approval untuk handphone disepakati dengan mempertimbangkan dan memasukkan puluhan item pengujian dalam memproduksi GSM. Pada awal pengoperasiannya, GSM telah mengantisipasi perkembangan jumlah penggunanya yang sangat pesat dan arah pelayanan per area yang tinggi, sehingga arah perkembangan teknologi GSM adalah DCS (Digital Cellular System) pada alokasi frekuensi 1800 Mhz. Dengan frekuensi tersebut, akan dicapai kapasitas pelanggan yang semakin besar per satuan sel.

Selain itu, dengan luas sel yang semakin kecil akan dapat menurunkan kekuatan daya pancar handphone, sehingga bahaya radiasi yang timbul terhadap organ kepala akan dapat di kurangi. Pemakaian GSM kemudian meluas ke Asia dan Amerika, termasuk Indonesia. Indonesia awalnya menggunakan sistem telepon selular analog yang bernama AMPS (Advances Mobile Phone System) dan NMT (Nordic Mobile Telephone). Namun dengan hadir dan dijadikannnya standar sistem komunikasi selular membuat sistem analog perlahan menghilang, tidak hanya di Indonesia, tapi juga di Eropa. Pengguna GSM pun semakin lama semakin bertambah. Pada akhir tahun 2005, pelanggan GSM di dunia telah mencapai 1,5 triliun pelanggan. Akhirnya GSM tumbuh dan berkembang sebagai sistem telekomunikasi seluler yang paling banyak digunakan di seluruh dunia.

Keuntungan penggunaan CDMA adalah, di mana dalam penggunaannya hanya membutuhkan satu radio yang dibutuhkan untuk beberapa sektor, tidak membutuhkan equalizer untuk mengatasi gangguan spektrum sinyal dapat bergabung dengan metode akses lainnya, tidak membutuhkan penghitung waktu (guard time) untuk melihat rentang waktu dan penjaga pita (guard band) untuk menjaga intervensi antarkanal, tidak membutuhkan alokasi dan pengelolaan frekuensi memiliki kapasitas yang halus untuk membatasi para pengguna akses memiliki proteksi dari proses penyadapan. Seperti dikatakan oleh Pak Panda dalam salah satu forum, bahwa bila kita menggunakan GSM, pada waktu kita menggunakannya, maka seluruh dunia telah mengetahui data kita. Bahkan bisa berbagai hal yang kita lakukan.


Dapat kita cermati, bahwa pada dasarnya CDMA lebih menguntungkan daripada menggunakan GSM, sehubungan dengan efisiensi dan efektivitas penggunaan, hingga keamanan dan kerahasiannya yang lebih terjamin. Dari hal ini sangat memungkinkan CDMA mempunyai peluang besar untuk menggantikan positioning produk GSM.

14 Juli 2009

Penemuan Mikroskop

Istilah mikroskop berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata micron yang berarti kecil dan scopos yang artinya tujuan. Dari dua pengertian tersebut, mikroskop dapat diartikan sebagai alat yang dibuat atau dipergunakan untuk melihat secara detail obyek yang terlalu kecil apabila dilihat oleh mata telanjang dalam jarak yang dekat. Ilmu yang mempelajari benda kecil dengan menggunakan alat ini disebut mikroskopi, dan kata mikroskopik berarti sangat kecil, tidak mudah terlihat oleh mata.

Menurut sejarah orang yang pertama kali berpikir untuk membuat alat yang bernama mikroskop ini adalah Zacharias Janssen. Janssen sendiri sehari-harinya adalah seorang yang kerjanya membuat kacamata. Dibantu oleh Hans Janssen mereka mambuat mikroskop pertama kali pada tahun 1590. Mikroskop pertama yang dibuat pada saat itu mampu melihat perbesaran objek hingga dari 150 kali dari ukuran asli.

Temuan mikroskop saat itu mendorong ilmuan lain, seperti Galileo Galilei (Italia), untuk membuat alat yang sama. Bahkan Galileo mengklaim dririnya sebagai pencipta pertamanya yang telah membuat alat ini pada tahun 1610.

Galileo menyelesaikan pembuatan mikroskop pada tahun 1609 dan mikroskop yang dibuatnya diberi nama yang sama dengan penemunya, yaitu mikroskop Galileo. Mikroskop jenis ini menggunakan lensa optik, sehingga disebut mikroskop optik. Mikroskop yang dirakit dari lensa optik memiliki kemampuan terbatas dalam memperbesar ukuran obyek. Hal ini disebabkan oleh limit difraksi cahaya yang ditentukan oleh panjang gelombang cahaya. Secara teoritis, panjang gelombang cahaya ini hanya sampai sekitar 200 nanometer. Untuk itu, mikroskop berbasis lensa optik ini tidak bisa mengamati ukuran di bawah 200 nanometer.

Setelah itu seorang berkebangsaan belanda bernama Antony Van Leeuwenhoek (1632-1723) terus mengembangkan pembesaran mikroskopis. Antony Van Leeuwenhoek sebenarnya bukan peneliti atau ilmuwan yang profesional. Profesi sebenarnya adalah sebagai ‘wine terster’ di kota Delf, Belanda. Ia biasa menggunakan kaca pembesar untuk mengamati serat-seratpada kain. Tetapi rasa ingin tahunya yang besar terhadap alam semesta menjadikannya salah seorang penemu mikrobiologi.
Leewenhoek mwnggunakan mikroskopnya yang sangat sederhana untuk mengamati air sungai, air hujan, ludah, feses dan lain sebagainya. Ia tertarik dengan banyaknya benda-benda kecil yang dapat bergerak yang tidak terlihat dengan mata biasa. Ia menyebut benda-benda bergerak tadi dengan ‘animalcule’ yang menurutnya merupakan hewan-hewan yang sangat kecil. Penemuan ini membuatnya lebih antusias dalam mengamati benda-benda tadi dengan lebih meningkatkan mikroskopnya. Hal ini dilakukan dengan menumpuk lebih banyak lensa dan memasangnya di lempengan perak. Akhirnya Leewenhoek membuat 250 mikroskop yang mampu memperbesar 200-300 kali. Leewenhoek mencatat dengan teliti hasil pengamatannya tersebut danmengirimkannya ke British Royal Society. Salah satu isi suratnya yang pertama pada tanggal 7 September 1674 ia menggambarkan adanya hewan yang sangat kecil yang sekarang dikenal dengan protozoa. Antara tahun 1963-1723 ia menulis lebih dari 300 surat yang melaporkan berbagai hasil pengamatannya. Salah satu diantaranya adalah bentuk batang, coccus maupun spiral yang sekarang dikenal dengan bakteri. Penemuan-penemuan tersebut membuat dunia sadar akan adanya bentuk kehidupan yang sangat kecil yang akhirnya melahirkan ilmu mikrobiologi.

Bila Di Eropa, mikroskop sudah dikenal sejak abad ke-17 dan digunakan untuk melihat binatang-binatang sejenis mikroba. Menariknya, orang Jepang senang menggunakannya untuk mengamati serangga berukuran kecil, dan hasilnya berupa buku-buku berisi pemerian tentang serangga secara mendetail.


Mikroskop Cahaya

Keterbatasan pada mikroskop Leeuwenhoek adalah pada kekuatan lensa cembung yang digunakan. Untuk mengatasinya digunakan lensa tambahan yang diletakkan persis didepan mata pengamat yang disebut eyepiece, sehingga obyek dari lensa pertama (kemudian disebut lensa obyektif) dapat diperbesar lagi dengan menggunakan lensa ke dua ini. Pada perkembangan selanjutnya ditambahkan pengatur jarak antara kedua lensa untuk mempertajam fokus, cermin atau sumber pencahayaan lain, penadah obyek yang dapat digerakkan dan lain-lain, yang semua ini merupakan dasar dari pengembangan mikroskop modern yang kemudian disebut mikroskop cahaya Light Microscope (LM).

LM modern mampu memberikan pembesaran (magnifikasi) sampai 1.000 kali dan memungkinkan mata manusia dapat membedakan dua buah obyek yang berjarak satu sama lain sekitar 0,0002 mm (disebut daya resolusi 0,0002 mm). Seperti diketahui mata manusia yang sehat disebut-sebut mempunyai daya resolusi 0,2 mm. Pada pengembangan selanjutnya diketahui bahwa kemampuan lensa cembung untuk memberikan resolusi tinggi sudah sampai pada batasnya, meskipun kualitas dan jumlah lensanya telah ditingkatkan.
Belakangan diketahui bahwa ternyata panjang gelombang dari sumber cahaya yang digunakan untuk pencahayaan berpengaruh pada daya resolusi yang lebih tinggi. Diketahui bahwa daya resolusi tidak dapat lebih pendek dari panjang gelombang cahaya yang digunakan untuk pengamatan. Penggunaan cahaya dengan panjang gelombang pendek seperti sinar biru atau ultra violet dapat memberikan sedikit perbaikan, kemudian ditambah dengan pemanfaatan zat-zat yang mempunyai indeks bias tinggi (seperti minyak), resolusi dapat ditingkatkan hingga di atas 100 nanometer (nm). Hal ini belum memuaskan peneliti pada masa itu, sehingga pencarian akan mode baru akan mikroskop terus dilakukan.


Ditemukannya Mikroskop Elektron

Pada tahun 1920 ditemukan suatu fenomena di mana elektron yang dipercepat dalam suatu kolom elektromagnet, dalam suasana hampa udara (vakum) berkarakter seperti cahaya, dengan panjang gelombang yang 100.000 kali lebih kecil dari cahaya. Selanjutnya ditemukan juga bahwa medan listrik dan medan magnet dapat berperan sebagai lensa dan cermin terdapat elektron seperti pada lensa gelas dalam mikroskop cahaya.

Untuk melihat benda berukuran di bawah 200 nanometer, diperlukan mikroskop dengan panjang gelombang pendek. Dari ide inilah, di tahun 1932 mikroskop elektron semakian berkembang lagi. Sebagaimana namanya, mikroskop elektron menggunakan sinar elektron yang panjang gelombangnya lebih pendek dari cahaya. Karena itu, mikroskop elektron mempunyai kemampuan pembesaran obyek (resolusi) yang lebih tinggi dibanding mikroskop optik. Mikroskop electron mampu pembesaran objek sampai 2 juta kali, yang menggunakan elektro statik dan elektro magnetik untuk mengontrol pencahayaan dan tampilan gambar serta memiliki kemampuan pembesaran objek serta resolusi yang jauh lebih bagus daripada mikroskop cahaya. Mikroskop elektron ini menggunakan jauh lebih banyak energi dan radiasi elektromagnetik yang lebih pendek dibandingkan mikroskop cahaya.

Sebenarnya, dalam fungsi pembesaran obyek, mikroskop elektron juga menggunakan lensa, namun bukan berasal dari jenis gelas sebagaimana pada mikroskop optik, tetapi dari jenis magnet. Sifat medan magnet ini bisa mengontrol dan mempengaruhi elektron yang melaluinya, sehingga bisa berfungsi menggantikan sifat lensa pada mikroskop optik. Kekhususan lain dari mikroskop elektron ini adalah pengamatan obyek dalam kondisi hampa udara (vacuum). Hal ini dilakukan karena sinar elektron akan terhambat alirannya bila menumbuk molekul-molekul yang ada di udara normal. Dengan membuat ruang pengamatan obyek berkondisi vacuum, tumbukan elektron-molekul bisa terhindarkan.


Dengan mikroskop elektron yang mempunyai perbesaran lebih dari 10.000x, kita dapat melihat objek mikroskop dengan lebih detail. Perkembangan mikroskop ini mendorong berbagai penemuan di bidang biologi, seperti penemuan sel, bakteri, dan partikel mikroskopis yang akan dipelajari berikut yaitu virus. Penemuan virus melalui perjalanan panjang dan melibatkan penelitian dari banyak ilmuwan.



Mikroskop Elektron Mode Scanning

Ada 2 jenis mikroskop elektron yang biasa digunakan, yaitu:
1. Transmission Electron Microscopy (TEM)
2. Scanning Electron Microscopy (SEM).



1. Transmission Electron Microscopy (TEM)

dikembangkan pertama kali oleh Ernst Ruska dan Max Knoll, 2 peneliti dari Jerman pada tahun 1932. Saat itu, Ernst Ruska masih sebagai seorang mahasiswa doktor dan Max Knoll adalah dosen pembimbingnya. Karena hasil penemuan yang mengejutkan dunia tersebut, Ernst Ruska mendapat penghargaan Nobel Fisika pada tahun 1986. Sebagaimana namanya, TEM bekerja dengan prinsip menembakkan elektron ke lapisan tipis sampel, yang selanjutnya informasi tentang komposisi struktur dalam sample tersebut dapat terdeteksi dari analisis sifat tumbukan, pantulan maupun fase sinar elektron yang menembus lapisan tipis tersebut. Dari sifat pantulan sinar elektron tersebut juga bisa diketahui struktur kristal maupun arah dari struktur kristal tersebut. Bahkan dari analisa lebih detail, bisa diketahui deretan struktur atom dan ada tidaknya cacat (defect) pada struktur tersebut. Hanya perlu diketahui, untuk observasi TEM ini, sample perlu ditipiskan sampai ketebalan lebih tipis dari 100 nanometer. Dan ini bukanlah pekerjaan yang mudah, perlu keahlian dan alat secara khusus. Obyek yang tidak bisa ditipiskan sampai order tersebut sulit diproses oleh TEM ini. Dalam pembuatan divais elektronika, TEM sering digunakan untuk mengamati penampang/irisan divais, berikut sifat kristal yang ada pada divais tersebut. Dalam kondisi lain, TEM juga digunakan untuk mengamati irisan permukaan dari sebuah divais.



2. Scanning Electron Microscopy (SEM).

Tidak jauh dari lahirnya TEM, SEM dikembangkan pertama kali tahun 1938 oleh Manfred von Ardenne (ilmuwan Jerman). Konsep dasar dari SEM ini sebenarnya disampaikan oleh Max Knoll (penemu TEM) pada tahun 1935. SEM bekerja berdasarkan prinsip scan sinar elektron pada permukaan sampel, yang selanjutnya informasi yang didapatkan diubah menjadi gambar. Imajinasi mudahnya gambar yang didapat mirip sebagaimana gambar pada televisi.

Cara terbentuknya gambar pada SEM berbeda dengan apa yang terjadi pada mikroskop optic dan TEM. Pada SEM, gambar dibuat berdasarkan deteksi elektron baru (elektron sekunder) atau elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika permukaan sampel tersebut discan dengan sinar elektron. Elektron sekunder atau elektron pantul yang terdeteksi selanjutnya diperkuat sinyalnya, kemudian besar amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap-terang pada layar monitor CRT (cathode ray tube). Di layar CRT inilah gambar struktur obyek yang sudah diperbesar bisa dilihat. Pada proses operasinya, SEM tidak memerlukan sampel yang ditipiskan, sehingga bisa digunakan untuk melihat obyek dari sudut pandang 3 dimensi.

Demikian, SEM mempunyai resolusi tinggi dan familiar untuk mengamati obyek benda berukuran nano meter. Meskipun demikian, resolusi tinggi tersebut didapatkan untuk scan dalam arah horizontal, sedangkan scan secara vertikal (tinggi rendahnya struktur) resolusinya rendah. Ini merupakan kelemahan SEM yang belum diketahui pemecahannya. Namun demikian, sejak sekitar tahun 1970-an, telah dikembangkan mikroskop baru yang mempunyai resolusi tinggi baik secara horizontal maupun secara vertikal, yang dikenal dengan "scanning probe microscopy (SPM)". SPM mempunyai prinsip kerja yang berbeda dari SEM maupun TEM dan merupakan generasi baru dari tipe mikroskop scan. Mikroskop yang sekarang dikenal mempunyai tipe ini adalah scanning tunneling microscope (STM), atomic force microscope (AFM) dan scanning near-field optical microscope (SNOM). Mikroskop tipe ini banyak digunakan dalam riset teknologi nano "


Mikroskop dan Teknologi Nano
Sejak sekitar tahun 1970-an, telah dikembangkan mikroskop baru yang mempunyai resolusi tinggi baik secara horizontal maupun secara vertikal, yang dikenal dengan “scanning probe microscopy (SPM)”. SPM mempunyai prinsip kerja yang berbeda dari SEM maupun TEM dan merupakan generasi baru dari tipe mikroskop scan. Mikroskop yang sekarang dikenal mempunyai tipe ini adalah scanning tunneling microscope (STM), atomic force microscope (AFM) dan scanning near-field optical microscope (SNOM).

Sampai hari ini telah berhasil dikembangkan mikroskop dengan teknologi nano. Yaitu teknologi yang berbasis pada struktur benda berukuran nano meter. Satu nano meter = sepermilyar meter). Tentu yang dimaksud di sini bukanlah mikroskop biasa, tetapi mikroskop yang mempunyai tingkat ketelitian (resolusi) tinggi untuk melihat struktur berukuran nano meter.

11 Juli 2009

Konstruksi Wacana tentang “Tajen” di Bali: Dilema antara Adat, Agama, Hukum dan Aset Wisata.

Bagi sebagian orang Bali tajen adalah bagian dari ritual adat budaya yang identik dengan tabuh rah harus dijaga dan dilestarikan, bagi sebagian orang Bali yang lain, tajen merupakan bentuk perjudian yang harus dihapuskan, karea dianggap tidak sesuai dengan norma-norma dalam agam Hindu-Bali itu sendiri.

Tajen merupakan sebuah tradisi judi sabung ayam di Bali yang dilakukan dengan memasangkan taji, yaitu sebuah pisau kecil yang dipasangkan di kaki dua ayam jantan yang diadu sebagai senjata untuk membunuh lawannya. Tajen biasa dilakukan di pura-pura, arena sabung ayam atau bahkan tempat-tempat wisata yang memang menyediakan arena sabung ayam dan tajen sebagai obyek wisata.

Dalam kegiatan upacara yadnya dalam agama Hindu-Bali dikenal istilah matatabuhan atau matabuh, yaitu, proses menaburkan lima warna zat cair. Lima warna tersebut antara lain: putih yang disimbolkan dengan tuak, kuning yang disimbolkan dengan arak, hitam yang disimbolkan dengan berem, merah yang disimbolkan dengan taburan darah binatang, dan yang terakhir brumbun yaitu dengan mencampurkan keempat warna. Lima zat cair yang disimbolkan adalah darah putih, kelenjar perut yang berwarna kuning, darah merah, kelenjar empedu yang berwarna hitam dan air sebagai simbol semua warna atau brumbun. Dimana kelima tersebut harus dijaga keseimbangannya.

Menurut sejarah, tajen dianggap sebagai sebuah proyeksi profan dari salah satu upacara yadnya di Bali yang bernama tabuh rah. Tabuh rah merupakan sebuah upacara suci yang dilangsungkan sebagai kelengkapan saat upacara macaru atau bhuta yadnya yang dilakukan pada saat tilem. Upacara tabuh rah biasanya dilakukan dalam bentuk adu ayam, sampai salah satu ayam meneteskan darah ke tanah. Darah yang menetes ke tanah dianggap sebagai yadnya yang dipersembahkan kepada bhuta, lalu pada akhirnya binatang yang dijadikan yadnya tersebut dipercaya akan naik tingkat pada reinkarnasi selanjutnya untuk menjadi binatang lain dengan derajat lebih tinggi atau manusia. Matabuh darah binatang dengan warna merah inilah yang konon akhirnya melahirkan budaya judi menyabung ayam yang bernama tajen. Namun yang membedakan tabuh rah dengan tajen adalah, dimana dalam tajen dua ayam jantan diadu oleh para bebotoh sampai mati, jarang sekali terjadi sapih. Upacara tabuh rah bersifat sakral sedangkan tajen adalah murni bentuk praktik perjudian.

Ada pendapat lain yang menyatakan bahwa judi tajen sudah ada dari jaman sebelum ajaran agama Hindu masuk ke Bali, yaitu sebelum abad X Masehi. Namun sayangnya pendapat ini sukar dibuktikan dan dipercaya, dikarenakan kebanyakan orang di Bali lebih mempercayai bahwa tajen berasal dari tabuh rah. Sampai saat ini, persoalan tajen di Bali tetap menjadi sesuatu yang cukup dilematis. Dalam perspektif hukum positif, kegiatan apapun yang mengandung unsur permainan dan menyertakan taruhan berupa uang, maka dianggap sebagai perjudian dan dianggap terlarang. Namun di sisi lain, tajen yang sebenarnya merupakan sebuah proyeksi profan dari tabuh rah dianggap sebagai salah satu bentuk upacara adat yang sakral, patut dijunjung tinggi, dihormati dan tentu saja dilestarikan.

Dalam tajen, pertaruhan dianggap sebagai sesuatu yang tetap benar secara etika. Dimana konteks taruhan dan perjudian dalam tajen seolah-olah dianggap merupakan representasi nilai-nilai sosial, seperti gotong royong, saling menghormati, komunikasi sosial, simbol kesadaran kolektif dan yang terpenting tajen merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas ekonomi baik secara individu, maupun kolektivitas mabanjar. Misalnya dengan digelarnya tajen di suatu daerah, orang-orang sekitar wilayah tersebut akan mendapatkan pekerjaan atau penghasilan tambahan. Misalnya seperti kasus yang di Pura Hyang Api yang terletak di desa Klusa­, kecamatan Payangan, Kabupaten Tabanan. Setiap hari raya kuningan digelar tajen massal yang melibatkan seluruh bebotoh di Bali dan diselenggarakan selama satu bulan penuh. Walaupun diwarnai dengan taruhan uang, namun warga mengganggap ini kegiatan tersebut merupakan ritual tabuh rah, dan ritual dianggap sebagai tradisi untuk membayar kaul atau janji kepada Bhatara dan Dewa yang bersemayam di Pura Hyang Api. Kegiatan ritual ini sekaligus digunkan untuk memohon kepada Bhatara agar hewan peliharaan warga selamat. Warga mempercayai jika tditual tersebut tidak dilaksanakan maka hewan peliharaan warga akan terkena grubug atau wabah penyakit hingga mati.

Kebenaran konteks pengertian pertaruhan dalam tajen tentunya masih dapat dilihat dan dikaji dari berbagai pandangan selain dari sudut pandang etika sosial masyarakat Bali dan hukum positif. Sedangkan dari perspektif agama Hindu sendiri, seperti tertera dalam weda (Manawa Dharmasastra V.45), yaitu: “Yo'himsakaani bhuutaani hinas.tyaatmasukheaschayaa. Sa jiwamsca mritascaiva na. Kvacitsukhamedhate”. Artinya: “Ia yang menyiksa makhluk hidup yang tidak berbahaya dengan maksud untuk mendapatkan kepuasan nafsu untuk diri sendiri, orang itu tidak akan pernah merasakan kebahagiaan. Ia selalu berada dalam keadaan tidak hidup dan tidak pula mati.” Demikian juga ketika dikembalikan pada hakikat yadnya dan tabuh rah. Di dalam tabuh rah terkandung makna mengenai etika upacara demi menjaga kesucian yadnya. Yadnya yang dipersembahkan secara suci untuk sebuah kesucian yang lebih hakiki. Dimana upacara yang suci menjadi media yang berada pada realitas ambang antara yang partikular, yaitu bhuana alit, yaitu jiwa kecil atau manusia dan yang lebih universal, yaitu bhuana agung atau alam semesta. Orang Bali berprinsip harus terjadi keseimbangan di antara keduanya. Lalu bagaimanakah jika sarana upacara dibiayai dari hasil pertaruhan judi.

Pada saat I Made Mangku Pastika menjadi Kapolda Bali, Beliau dengan gencar mengkampanyekan pelarangan judi tajen dengan wacana untuk menjaga kesucian pura-pura di Bali. Banyak tempat-tempat tajen ditutup paksa. Segala bentuk pelarangan tersebut banyak menimbulka pro-kontra di masyarakat, antara pihak yang mendukung dan pihak yang menolak. Namun pada akhirnya pemerintah seakan-akan menyerah pada satu alasan kepentingan yang lebih besar yaitu resistensi adat. Majalah Gong (2008:14): menurut I Made Windu seorang Pemayun Sekar Gule Pura Dalem Kedatuan, menyatakan bahwa tajen akan sulit dihapuskan karena banyak memberi keuntungan sosial dan ekonomi. Karena dari judi tajen maka dana punia untuk membantu pembangunan pura itu ada. Setiap orang yang berjudi tajen punya kewajiban untuk memberi sumbangan dana punia untuk pembangunan pura.

Tidak berhenti pada kampanye Mangku Pastika, sampai hari ini pemerintah Bali telah melakukan berbagai upaya, baik sosialisasi mengenai pengertian tajen, dampak tajen bahkan ancaman hukuman apabila terlibat dalam judi tajen. Sosialisasi yang dilakukan turut melibatkan para tokoh agama, pemuka masyarakat, dsb, namun tajen tetap ada dan terus berkembang, bahkan menjadi bagian dari wisata budaya. Karena hal itulah, maka pada tanggal 10 Januari 2002. di Gianyar Bali, sejumlah 262 bendesa adat (pemimpin desa adat dan desa pakraman di Bali) bermufakat melegalisasi tajen dengan sembilan ketentuan pokok, antara lain:1).penyelenggara tajen adalah desa adat, 2). Masing-masing desa adat boleh menyelenggarakan tajen 6 kali dalam satu tahun, 3). Setiap penyelenggaran tajen akan dipermaklumkan pada aparat kepolisian maupun pemrintah setempat, 4). Penyelenggaraan tajen diusahakan untuk tidak dirangkap dengan upacara adat. 5). Tajen tidak diadakan di lingkungan tempat suci dan lingkungan pendidikan. 6). Hanya boleh diikuti oleh remaja berusia di atas 17 tahun 7). Penyelenggara tajen diawasi oleh aparat yang berwenang, 8). Tidak ada kewajiban bagi warga untuk mengeluarkan uara (ayam aduan), 9). Harus diupayakan menanamkan bahwa tajen berbeda dengan tabuh rah. Pada praktiknya sembilan aturan pokok yang disepakati oleh 262 bendesa adat tersebut masih banyak dilanggar.

Bila boleh menyimpulkan secara pragmatis dalam kasus tajen di Bali, telah terjadi kerancuan berpikir (Jalaludin 2000:17):Argumentum ad Verecundiam, yaitu berargumen dengan menggunakan otoritas yang tidak relevan atau ambigu. Ada orang yang terkadang secara sepihak berusaha membenarkan paham dan kepentingannya dengan menggunakan satu otoritas atau pembenar tertentu. Dalam kasus tajen adat dapat diindasikan sebagai suatu otoritas pembenar untuk sebagai argumen bahwa tajen dapat dibenarkan. Selain itu uang menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan tajen masih ada. Di wilayah agama, uang memiliki makna simbolik yang sangat kuat baik secara denotatif maupun konotatif. Secara denotatif uang digunakan sebagai pembiayaan upacara dan sekaligus untuk menjaga keberlangsungan kehidupan di banjar dan pura-pura, sedangkan secara konotatif uang digunakan sebagai sarana upakara. Dalam judi tajen konteks pengertian fungsi simbolik uang tanpa disadari telah mengalami pergeseran makna ketika uang dijadikan alasan untuk resistensi adat dan resistensi kolektifitas mabanjar. Judi tajen dianggap sah dan dipertahankan karena dianggap penting dalam rangkaian ritus agama dan ritus sosial.

Kedua hal di atas, yaitu antara makna hakiki upacara adat di Bali dan pola pergeseran makna yang terjadi pada kasus tajen pada kenyatannya saling berintegrasi dan secara konkret sulit dipisahkan. Pergeseran makna yang terjadi sudah terlanjur terinternalisasi dalam kesadaran intelektual dan perasaan orang Bali. Tanpa disadari pergeseran makan tersebut “mencengkeram masyarakat Bali”, tentunya masyarakat Bali yang menyetujui dan mempertahankan adanya tajen. Tajen yang mulanya dianggap berasal dari upacara tabuh rah, telah berdiri sendiri menjadi satu konstruksi budaya yang tanpa disadari mereka menjebak dalam konstruksi nilai yang bertentangan dengan hakikat nilai yang sebenarnya dianut oleh masyarakat Hindu-Bali. Sebuah harmonisasi antara bhuana agung dan bhuana alit, upakara suci untuk upacara suci, upacara suci untuk menjaga realitas ambang antara yang abstrak dan yang nyata. Antara nilai adat, Agama hukum positif dan kepentingan industri pariwisata.

Catatan:
· Arak:jenis minuman keras khas Bali
· Bebotoh: penjudi (baik sabung ayam maupu penjudi yang lain)
· Bhuana agung: jagat raya
· Bhuana alit: alam kecil, diri manusia
· Bhuta yadnya: upacara persembahan berupa korban suci yang ditujukan kepada bhuta kala yang bertujuan untuk membersihkan alam semesta beserta isinya dari gangguan dan pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh makhluk halus yang jahat
· Berem:air tapai
· Brumbun: warna kombinasi yang terdiri atas bagian-bagian putih, kuning, merah dan hitam
· Mabanjar: bekerja bersama seluruh anggota banjar untuk kepentingan social, yaitu secara bergotong royong.
· Macaru: mempersembahkan kurban
· Matabuh atau metatabuhan: menuangkan cairan (arak, nira, berem, dsb) untuk upaca bhuta yadnya
· Pura: tempat persembahyangan atau peribadatan bagi orang Hindu
· Tajen: sabung ayam
· Taji: pisau kecil bermata dua, dipasang di kaki ayam jago yang disabung
· Tilem: bulan mati
· Tuak:air nira
· Sapih: berakhir seri
· Upakara: sajen
· Yadnya: korban suci, upakara



Sumber:
Bing, Agus, dkk. “Uang dan Upacara Adat”, Majalah Gong, Edisi 101/IX, 2008.
Pemda Propinsi Daerah Tingkat I Bali. Sejarah Bali. Denpasar: Pemda Propinsi Daerah Tingkat I Bali, 1980.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Bali- Indonesia. Denpasar: Balai Bahasa Denpasar. 2005
Rahmat, Jalaluddin. Rekayasa Sosial. Bandung; Rosda, 2000.
Yuga, Ibed Surgana. Bali Tanpa Bali. Denpasar: Panakom, 2008.
http//www.beritabali.com
http//www.ilove blue.com

Yogyakarta 02.15 dini hari

Sastra dan seni pada umumnya adalah wilayah intelektual untuk mengungkap atau bahkan menjawab realitas sosial dalam satu relevansi simbolik.
Disadari atau tidak kita telah terjebak dalam satu pencitraan yang senantiasa menempatkan ilmu eksakta pada strata yang lebih tinggi, seolah-olah wilayah intelektual hanya melekat pada orang-orang yang pandai berhitung dengan rumus-rumus ilmu pasti yang cukup rumit. Seolah-olah Dharwin, Newton, Einstein adalah orang-orang yang paling berjasa pada evolusi peradaban umat manusia. Dimanakah posisi seni?
Walmiki merubah dunia dengan kisah Ramayana, Sopochles dengan trilogi Oidipus, Wyasa dengan Mahabarata, Shakespare dengan Romeo&Juliet. Muncul pertanyaan kembali perubahan apakah yang mereka lakukan. Hakikat kemanusiaan.
Seni hadir tidak boleh terjebak pada wilayah-wilayah pragmatis dan verbal, seni adalah wilayah intelektual dalam wilayah pertaruhan dan pertarungan simbolik yang sangat kompleks.....................................(ngantuk tenan)

“Dongeng Anjing Api” sebuah “Dongeng Kini Manusia Bali”

Sebuah Resensi

Judul buku : Dongeng Anjing Api
Penulis : Sindu Putra
Penerbit : Buku Arti, Denpasar, Juli 2008 (Cet. 1)
Tabal : ix + 121 halaman


Sebuah Resensi: Andika Ananda

Dalam satu peristiwa komunikasi, terjadi pemindahan monopoli pesan secara transaksional, tanpa seorang komunikator kehilangan pesan yang dikomunikasikan tersebut. Menurut Lasswell sebuah peristiwa komunikasi dapat terjadi apabila melibatkan minimal 5 elemen dasar, yaitu: who, says what, in which channel, to whom, with what effect.

Apabila kita memandang puisi sebagai sebuah peristiwa komunikasi. Puisi tidak hanya menempati posisinya sebagai sebuah media komunikasi, lebih dari itu puisi juga merupakan sebuah bentuk komunikasi intensional yang bersifat intrapersonal sekaligus interpersonal, antara penyair, puisi dan pembaca/penikmat puisi.

Berbekal wacana itulah, saya mencoba menikmati Demikian juga ketika saya membaca buku kumpulan puisi Sindu Putra. Baru kira-kira dua tahun lalu saya berkenalan dengan Bli Sindu di Bali, tahun berikutnya kami bertemu di Yogya. Dua perjumpaan singkat yang membuat kami hanya sempat untuk sekedar saling sapa, sedikit bertukar kabar dan belum sempat mengakrabkan kami. Namun kali ini saya ingin mencoba untuk mengenal dan bergaul lebih akrab dengan Bli Sindu, tidak secara langsung, tetapi melalui sebuah “dongeng anjing api’.

Tanpa bermaksud menafikan keberadaan penyairnya dan melepaskan puisi dari dimensi ekstrinsiknya. Ketika membaca puisi seseorang, bagi saya penyair sudah “tidak ada”. Seperti yang diungkapkan Bli sindu dalam puisi Batuan, “karena aku menulis puisi/maka aku tak ada”. Puisi itu sendirilah yang secara independen hadir dan berbicara langsung kepada saya secara interpersonal, sebuah interaksi antara saya dan puisi. Pertanyaannya, apakah puisi itu mampu untuk berbicara? Dan haruskah puisi itu berbicara? Bagi pembaca puisi seperti saya jelas perlu. Apalagi untuk sebuah puisi yang dimuat sebuah media atau dibukukan. Puisi bukanlah monopoli pesan penyairnya, lebih daripada itu puisi merupakan muara katarsis antara penyair, pembaca dan puisi itu sendiri secara khusyuk.

Sederhana saja, bagi pembaca puisi awam seperti saya, saya seringkali melihat dengan kacamata pragmatis, bahkan terkesan sangat simplifikatif dalam menilai dan memahami sebuah puisi. Misalnya: adakah kesan yang saya rasakan? adakah satu kata atau kalimat yang bagus dan enak untuk dibaca? adakah pesan yang dapat saya tangkap? Mampukah puisi tersebut menyentuh sisi bawah sadar saya? dsb. Walaupun kesan, bagus dan pesan bagi saya belum tentu berkesan dan bagus bagi orang lain.

Dongeng Anjing Api merupakan sebuah kumpulan puisi Sindu Putra dalam dua periode, sekaligus dua fase kreatif penyairnya di ruang dan waktu yang berbeda, antara Bali dan Lombok. Pada periode Bali (1994-2000) saya mengambil satu contoh puisi yang cukup menarik bagi saya, yaitu puisi Sarkopagus Manusia Bali (14):
Aku temukan tapak kaki
di selat yang terhapus bagi ingatan
.....dst

Nuansa Bali sudah saya dapatkan ketika saya membaca judulnya ”Sarko(p)agus Manusia Bali”. WS. Rendra pernah menulis tentang rasa bahasa, menurut Rendra bahasa daerah tidak mampu tergantikan oleh bahasa Indonesia baik secara artistik maupun estetis. Orang Bali mempunyai dialeg yang khas, selain pelafalan huruf (th), orang Bali juga punya kekhasan tersendiri dalam melafalkan hufuf f. Orang Bali kebanyakan tidak akan bisa mengucapkan film, tapi pelem atau pilem, tipi,dsb. Seperti halnya sarko(p)agus, secara sengaja Bli Sindu menggunakan sarko(p)agus, bukan sarko(f)agus. Sadar atau tidak secara dialektis Sindu telah mengeksplorasi pattern dialek Bali yang dia miliki untuk dibawa masuk ke ruang sastra modern, sehingga mampu memberikan taste, nuansa dan kekuatan tersendiri. Hal ini juga menunjukkan ikatan emosional dan dimensi personal Sindu Putra sebagai orang Bali. Pada puisi ini Bli Sindu juga seakan menawarkan varian interpretasi bagi pembaca melalui penggalan jarak (spasi) antar kata pada baris kedua puisi ini. Secara tipografis seolah menampakkan bahwa kalimat tersebut dalam rangkaian terpisah, namun setelah dibaca dan dipahami, kalimat tersebut dalam satu kesatuan makna. Jarak (spasi) antar kata, frase atau kalimat yang dibuat oleh Bli Sindu pada beberapa puisinya yang lain juga bukan sekadar kesadaran tipografis, lebih dari itu jarak antar kata, frase atau kalimat yang dibuat menawarkan dimensi imaji dan pemaknaan serta ekspresi pembacaan seluas-luasnya, walau terkadang terasa diksi melompat terlalu jauh dan menjadi sukar untuk dipahami. Dalam konteks pemaknaan dan pemahaman lebih jauh, pembaca harus benar-benar jeli dalam membaca puisi-puisi dalam buku dongeng anjing api.

Pada periode Lombok (2001-2007), saya tertarik pada puisi Ibu Kita Men Berayut (64) dan Dalam Tubuh Artupudnis (hal 69). Dalam puisi Ibu Kita Men Berayut, seolah tanpa beban Sindu Putra mempertemukan Men Brayut, Dirah dan Amba dalam satu tema besar tentang perempuan (Ibu). Dengan ringan dan lepasnya Sindu melompat dari satu gagasan dan imajinasi ke gagasan dan imajinasi yang lain, akhirnya diredusir dalam sajak Ibu Kita Men Brayut. Pada puisi ini Sindu Putra seolah melakukan tafsir ulang secara lebih universal dengan membuka dimensi perempuan (Ibu) yang diwakili oleh sosok Men Brayut, Dirah dan Amba.
Selanjutnya, ketika saya membaca puisi Dalam Tubuh Artupudnis, saya sempat terhenti dan saya ulang membaca beberapa kali pada kalimat:
.............
mereka berpesta cahaya lampu yang gelap
mereka kenakan bunga-bunga tanpa warna
..............

Bli Sindu menawarkan makna yang paradoks dibalik ungkapan kalimatnya. Saya menangkap sebuah pernyataan, kepercayan diri seorang Sindu Putra melalui puisinya, kegelisahan sekaligus kritik seorang Sindu Putra pada ”penyair” dan dunianya dalam dimensi kreatif yang seluas-luasnya.

Pada beberapa puisi Bli Sindu, diksi yang dipilih sepintas terkesan verbal, karena banyak menggunakan bahasa sehari-hari namun di balik itu justru tersimpan makna simbolik yang begitu kompleks. Latar belakang akademis Sindu Putra terproyeksikan pada puisi-puisinya, kita temukan beberapa istilah ilmu pasti, seperti hujan asam, menopouze, satu tahun cahaya, kastrasi, phallus, terarium, saga, dll. Sindu putra juga sering memberikan kejutan-kejutan tak terduga lewat lompatan-lompatan diksi dan imaji, terkadang keliarannya terkesan bermain-main. Coba lihat dalam puisi Resital Seekor Burung dalam Kartu Pos dari Deventer Holland
igau iguana sarang singgah patung buaya
dongeng komodo pola migrasi penyu sisik
burung yang hidup mengerat
........

Secara umum puisi-puisi Sindu Putra dalam buku dongeng anjing api menampakkan karakter yang cukup kuat. Dengan sadar dan percaya diri Sindu Putra memilih bahasa ungkapnya dan keluar dari kecenderungan pergaulan kreatif dari beberapa gaya puisi Bali. Satu bahasa ungkap kuat yang membuat dia mampu eksis dan resisten di dunia kesusasteraan Bali dan Indonesia. Puisi-puisinya cenderung liris, namun tidak linear dan menawarkan rasa yang berbeda, bertemunya folklor Bali, idiom urban, istilah-istilah ilmu pasti, fenomena kekinian, dan berbagai dimensi kompleks lainnnya, yang akhirnya mewujud dalam sebuah Dongeng Anjing Api
Puisi-puisi Sindu Putra berbicara banyak hal pada saya.
dalam tubuh artupudnis
tuhan tak lagi menemui puisi
sepanjang sejuta tahun keheningan ini

09 Juli 2009

Komunisme dan Soviet

Ketika masa kepemimpinan Kruschev, seorang warga Soviet diajukan ke pengadilan dan didakwa dengan hukuman 25 tahun di penjara Siberia. Ia dituduh menghina ketua partai (Kruschev). Warga Soviet itu berteriak bahwa Kruschev adalah orang yang bodoh di alun-alun Kremlin.

Terdakwa protes, karena untuk kesalahan berupa penghinaan terhadap pimpinan tertinggi hukuman terberat adalah 10 tahun kerja paksa. Hakim memberi alasan, hukuman untuk penghinaan memang hanya 10 tahun. Tetapi terdakwa telah membocorkan rahasia negara jadi mendapat tambahan hukuman selama 15 tahun. Kisah ini tak benar-benar terjadi. Hanyalah anekdot politik yang dipakai untuk menggambarkan bagaimana kondisi politik Soviet.

Tentu tak berlebihan bila kita bicara Komunisme dan Soviet, kita akan bicara Karl Marx. Nabi kaum kiri. Seorang utopis penentang kelas sosial dan musuh kaum kapitalis.

Tak ada habisnya bicara Marx. Apalagi belakangan ketika teori-teori kritis laku keras di pasar intelektual. Pemikiran-pemikiran Marx banyak membius dan menginspirasi banyak orang di dunia ini. Dalam buku “Das Capital” yang disusunnya bersama F.Engel menjadi gugatan terhadap kapitalisme. Bahkan ia meramalkan bahwa kapitalisme akan hancur.

Landasan pemikiran Marx tak lepas dari gurunya, Hegel. Hegel adalah filsuf materialsme Jerman yang terkenal dengan dialektikanya. Sebagai cabang dari logika, dialektika mengajarkan tentang aturan-aturan dan cara-cara berpikir yang sehat; juga merupakan suatu cara untuk menginterpretasikan konsepsi-konsepsi secara sistematis.

Banyak orang terkadang sering terjebak dalam kerancuan persepsi mengenai komunisme dan sosialisme. Walaupun pada “Manifesto Komunis” tahun 1849 Karl Marx dan Frederich Engels menyatakan bahwa komunisme identik dengan sosialisme, pada kenyataannya terdapat hal-hal mendasar yang membedakan keduanya.

Perbedaan yang paling signifikan dari keduanya adalah mengenai metode. Sosialisme cenderung untuk mempergunakan cara yang bertahap dan tanpa kekerasan dalm mencapai tujuaannya. Sosialisme masih meyakini akan terjadinya perubahan evolutif dan cara-cara yang demokratis. Bahkan di Eropa juga berkembang sosialisme non marxis.

Dalam komunisme, pemerintahan dijalankan secara diktator proletariat. Komunisme menghendaki negara menguasai alat-alat produksi dan menyelenggarakan pembagian kekayaan negara secara merata. Dalam komunisme, partai memegang peranan mutlak dari penyelenggaraan dan kinerja negara. Partai dianggap sebagai mewakili kehendak yang riil dari rakyat.

Dalam terbentuknya sistem pers tidak dapat dilepaskan dari filsafat sosial dan kondisi sosial politik suatu negara. Sepertinya halnya di Soviet, suburnya Marxisme yang tumbuh subur menjadi komunisme, menjadi landasan mutlak untuk menjadikan komunisme juga sebagai ideologi pers Uni Soviet.

Dalam sistem pers komunisme Soviet, pers mutlak menjadi perpanjangan tangan dari pemerintah. Masyarakat dan pers tidak dapat melakukan kontrol dan opsi terhadap pemerintah. Pemerintah, dalam hal ini partai melakukan pengawasan yang super ketat terhadap aktivitas komunikasi massa. Bahkan tidak negara tidak segan menghalalkan segala cara untuk mereduksi dan menetralisir segala sesuatu yang dianggap tidak sesuai dengan haluan negara.

Menariknya, bagi orang-orang Rusia sendiri, pers di Uni Soviet merupakan satu-satunya pers terbebas di dunia. Sebab semua bahan baku dan pengawasan merupakan milik negara dan masyarakat dan ditempatkan di bawah negara. Sensor yang dilakukan oleh negara pada dasarnya berhubungan dengan kepentingan rakyat. Pers bukan miliki pribadi, melainkan milik masyarakat. Dengan kata lain pers bebas dari kejahatan kaum kapitalis dan partai-partai politik yang dianggap berbahaya.

Dari hal ini dapat dilihat bahwa hal apapun juga sangat mungkin akan dilihat berbeda, apabila subyek yang melihat berbeda pula. Orang-orang dari luar Soviet melihat berbagai kekurangan dari sistem komunisme Soviet, tetapi sebaliknya bagi orang-orang Rusia. Sangat mungkin ditawarkan satu analisis dan telaah resepsi antropologi untuk membaca satu fenomena tertentu.

Kebebasan Pers dan Wacana yang Bernama Modern

“Negara adalah monster paling dingin. Dengan dingi ia menipu pula; dan kebohongan ini merangkak dari mulutnya: “Aku, sang negara, adalah rakyat” (Nietzsche)

Apakah kebebasan, bila bebas hanyalah lawan dari yang terikat. Dalam pemikiran liberalisme, kebebasan seseorang dibatasi oleh kebebasan orang lain.

Liberalisme ortodoks melihat setiap individu sebagai makhluk yang dilengkapi dan diberi hak-hak asazi yang tidak dapat dipindahkan kepada orang lain dan pemerintah sama sekali tidak memiliki hak-hak asazi apapun. Salah satu postulat dasar ini mendasari pemikiran untuk memberikan jaminan-jaminan guna melindungi individu kebebasan warga negara secara individual terhadap kemungkinan-kemungkinan pelanggaran yang dilakukan oleh negara. Secara konvensional dikotomistik, liberalisme dianggap sebagai antitesis dari pemikiran-pemikiran yang dianggap konservatif. Saat inilah wacana tentang modern ditasbihkan.

Sistem pers libertarian lahir pada masa ini. Masa yang dinamakan modern, masa ketika pemerintah dianggap telah merengkuh kebebasan ekspresi dan apresiasi masyarakat terhadap informasi. Kebebasan individual dipertanyakan dan digugat. Pers yang pada mulanya hanya menjadi sebuah lembaga yang melegitimasi dan melanggengkan otoritas kekuasaan dan mempersempit ruang gerak individu didobrak dengan paradigma baru berdasarkan tuntutan bagi kebebasan individu yang seluas-luasnya. Otoritas pemerintah dianggap terlalu berlebihan hingga perlu dilakukan kontrol oleh lembaga yang lebih independen dan punya posisi kuat dalam menentukan alur negara.

Pers menjadi fasilitator sekaligus mediator antara pemerintah dan rakyat. Bahkan pada titik yang lebih ekstrem pers berperan sebagai “oposisi” bagi pemerintah.

Sayangnya sistem yang bertolak dari kekurangan-kekurangan dari sistem pers otoritarian ini banyak juga memberikan celah ketimpangan-ketimpangan sub sistem di dalamnya. Kebebasan pers yang kebablasan, terjadi monopoli hegemoni dari para pemilik modal yang kadang sering juga bekerja sama dengan pemerintah, sehingga banyak terjadi persaingan yang tidak sehat, dan banyak lagi.


Pemikiran tentang Sistem Pers yang Bertanggungjawab
“Tak ada gading yang tak retak”

Tak berlebihan saya pikir kalau pepatah ini adalah pepatah sempurna untuk menyatakan bahwa tak yang sempurna di bawah matahari. Mungkin perlu kita ubah bahwa “justru karena gading yang retak itulah gajah menjadi binatang yang “sempurna”-bukan tanpa celah tentunya.

Pemikiran-pemikiran liberal yang dianggap sebagai solusi konkret mengenai masalah kebebasan dan hak-hak esensial individu, hanya sempurna pada tataran wacana.sedangkan penerapannya? Pada penerapannya peluang untuk bebas menjadi peluang untuk menerabas batas kebebasan orang lain, batas kebebasan pers dan negara.

Dari sinilah muncul pemikiran untuk mempertanyakan kembali premis “kebebasan”. Pers yang terlanjur out of control dituntut untuk melakukan self control dan bertanggung jawab kepada masyarakat, terutama daalam menjalankan fungsi komunikasi massanya.

Dalam sistem pers tanggung jawab sosial, pemerintah, pers dan masyarakat merupakan tiga elemen yang melakukan saling kontrol untuk membuat satu formulasi mengenai hak dan kewajiban, terutama perihal kebebasan yang dapat dipertanggung jawabkan secara moral. Pada dasarnya sistem ini lebih menuntut kesadaran daripada tuntutan dalam menciptakan alur komunikasi massa yang sirkular dan stabil.

Melalui pers masyarakat melakukan kontrol dan monitoring terhadap pemerintah. Pada konteks ini pers tidak semata-mata menjadi fasilitator dari segala opini dan kritik masyarakat. Melalui gatekeeping system pers membuat satu kemasan out put. Demikian pun terhadap segala kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Dalam kinerjanya selain diawasi oleh pemerintah dan masyarakat, pers juga melakukan self kontrol ke dalam dengan berbagai common system yang berlaku. common system yang berlaku dibuat atas kesepakatan pemerintah, pers dan berbagai lembaga independen, misalnya organisasi wartawan, dewan pers, dll yang bertugas mengawasi aktivitas komunikasi massa pers.

Pada kenyataannya sistem ini juga memiliki banyak kekurangan. Dalam sistem ini masih juga memungkinkan terjadinya monopoli dan hegemoni dari pemilik modal, kontrol yang dilakukan oleh lembaga-lembaga independen berpeluang untuk melakukan tekanan-tekanan yang dapat menghambat kinerja pers, apabila penyerahan pengawasan diserahkan sepenuhnya pada pemerintah, akan terjadi totalitarianisme pemerintahan.

Informasi dan Kekuasaan

Abad ini adalah abad informasi, bahkan kekuasasanpun dapat dimiliki karena legitimimasi akses informasi dan keserbaberagaman serta monopoli informasi yang dimiliki oleh seseorang. Fungsi utama informasi adalah mengurangi keraguan dari sebuah entropi (ketidakpastian).

Pro kontra tentang kebenaran Neil Armstrong mendarat pertama kali di bulan membuat Amerika seolah-olah menjadi negara yang paling maju. Atau jauh sebelumnya Columbus dipercaya sebagai penemu benua Amerika. Keduanya hanya karena sebuah informasi yang akhirnya melegitimasi mereka menjadi orang-orang penting di dunia ini.

Dalam sistem pers yang otoritarian pengawasan sekaligus pengendalian pers akan lebih mudah terkontrol, selain karena jumlah media lebih sedikit, akses media dipegang oleh arus utama, yaitu pemerintah.

Sayangnya dari sistem ini, negara mempunyai kekuasaan dan kekuatan untuk memonopoli informasi. Hanya terjadi keseragaman informasi yang diterima oleh masyarakat luas, itupun adalah informasi yang telah melewati proses sensor oleh pemegang otoritas kekuasaan. Arus informasi bersifat linear, karena pola stratifikasi subordinat dari pemerintah terhadap masyarakat.

Pada sistem sistem pers libertarian memungkinkan keserbaberagaman pilihan informasi, sehingga masyarakat juga mempunyai ragam pilihan untuk menentukan keinginan pemenuhan kebutuhannya akan satu informasi tertentu. Dalam hal ini sangat mungkin masyarakat mengkonsumsi lebih dari satu media karena ketidakpuasaannya dan keraguaannya yang informasi yang disajikan oleh media tertentu. Masyarakat dapat menyampaikan kritik dan pendapat terhadap pemerintah melalui akses media.

Di satu sisi pengawasan terhadap media massa secara internal melalui mekanisme redaksional dan editorial yang dilakukan oleh media itu sendiri. Sedangkan secara eksternal, terjadi tingkat kesulitan tersendiri dikarenakan jumlah dan varian media yang ada seringkali tidak sedikit. Persaingan yang terjadi di antara para pemilik modal dapat memicu terjadinya konflik yang tidak sehat. Negara tidak mempunyai kekuasaan dan kekuatan untuk memonopoli informasi, sebaliknya justru industri media (pemilik modal yang besar) mempunyai potensi yang besar untuk menjadi media mainstream yang dapat memonopoli suatu informasi dan denyut hidup media massa.

Pada sistem ini arus informasi bersifat memungkin bersifat linear karena posisi antara media dan masyarakat bersifat egaliter, maka terjadi semacam simbiosis yang saling terkait dan saling membutuhkan satu sama lain. Masyarakat membutuhkan informasi, media membutuhkan konsumen informasi.

Neil Amstrong bukanlah orang pertama yang pernah mendarat di bulan, karena terbukti bahwa rekaman yang selama ini kita tonton hanyalah sebuah rekayasa visual yang dibuat di Gurun Nevada. Columbus bukanlah penemu Amerika. Alasannya selain karena sudah ada orang-orang indian yang nyata-nyata adalah orang asli benua Amerika, nama Amerika sendiri diambil dari nama seorang pelaut Italia yan bernama Americo Vespucci.

Informasi dan kebenaran adalah sebuah rekayasa. Kekuasaan berada di tangan kita yang aktif mencari tahu kebenaran akan informasi dari berbagai sumber yang berbeda dan meyakininya sebagai sebuah kebenaran.

Ideologi sebagai Sebuah Sistem Berpikir Masyarakat

Kompleksitas bermula dari keserhanaan. Seperti juga dengan masyarakat yang semakin hari tergiring dalam suasana kosmopolit. Dideru berbagai warna, citra dan wacana.

Berawal dari individu-individu bebas yang membentuk sebuah keluarga, kemudian berkembang menjadi kelompok-kelompok masyarakat yang lebih besar. Dalam kelompok-kelompok tersebut dipilih seorang primus inter pares (orang yang pertama di antara yang sederajat) sebagai seorang pemimpin. Dari sinilah awal terbentuknya negara yang terjadi secara genootschaft (persekutuan masyarakat).

Dalam persekutuan masyarakat yang terus berkembang, berkembang pula kebudayaan sebagai sebuah sistem yang tak mungkin terlepas dari eksistensi manusia. Sebagai sebuah system, budaya lahir, tumbuh, berkembang dan mati mengikuti hakikat manusia sebagai makhluk yang dinamis dan kreatif. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa budaya adalah sebuah konstruksi dan kesepakatan yang referensial. Demikianpun tentunya dengan sistem sosial politik yang berlaku dan berlangsung dalam sebuah negara.

Dalam teori siklus oleh polybios dinyatakan bahwa sistem pemerintahan monarki adalah sistem pemerintahan paling tua, yang berkembang melalui sistem primus inter pares. Dalam teori tersebut digambarkan ketimpangan pada sistem monarki mengakibatkan pemerintahan yang tiran, sebagai antitesis terhadap tirani muncullah kaum cendekiawan dan aristokrat. Tak berhenti sampai di sini sistem terus berubah karena perubahan berbagai sub system di dalamnya, kontektstualitas dan relevansi.

Seringkali kita terjebak pada cara berpikir konvensional. Kita seringkali melihat dan meletakkan sesuatu dalam kerangka dikotomi mutlak. Misalnya: Hitam-putih, Utara-selatan, baik-buruk, dan sebagainya. Cara berpikir yang sering menjebak kita dalam cara berpikir yang stereotipe dan sering melupakan hal yang abu-abu.

Sebuah ideologi yang lahir pada dasarnya melihat sesuatu secara parsial, pada aspek-aspek tertentu dari kompleksitas dimensi suatu hal. Sebagai sebuah wacana, ideologi dapat lahir sebagai satu sistem berpikir yang baru atau mungkin menentang status quo yang ada. Terdapat dua ideologi besar yang sampai hari ini selalu dipertentangkan dan dianggap berlawanan, liberalisme dan sosialisme.

Liberalisme dan sosialisme membawa pada persepsi yang seringkali menganggap bahwa kedua idelogi ini mutlak bertentangan. Sebaiknya tak cukup sampai di sini dan kita setuju begitu saja. Pada tataran yang lebih obyekti, perlu dibuktikan lebih jauh dengan indikasi-indikasi yang mutlak dan lebih transparan. Bukankah konsep sebagai sesuatu yang abstrak harus dibuktikan dengan berbagai proposisi yang signifikan dan lebih konkret?


Terbentuknya Sistem Pers

Sistem bersifat hierarkis. Terbentuk atas sub-sub sistem dalam kesatuan struktur dan mekanisme yang terkait. Terbentuknya sistem pers tidak terlepas dari filsafat sosial, kondisi sosial politik, berbagai dinamika serta kompleksitas masyarakatnya.

Dalam konteks yang lebih luas sistem pers yang diterapkan dalam satu negara tertentu adalah manifestasi dan relevansi dari sistem berpikir masyarakat yang dikontruksi, diterima dan diyakini secara bersama-sama sebagai suatu hal yang ideal dan representatif.


Sistem Pers Otoritarian

Pada dasarnya otoritas berbicara tentang wewenang atas kekuasaan yang diberikan pada lembaga tertentu. Negara dianggap sebagai ekspresi dan manifestasi tertinggi dari individu.

Sistem ini banyak dipakai di negara-negara yang menerapkan paham absolut Otoritarian lebih menghargai kolektivitas. Eksistensi personal individu tidak diakui sebagai manusia yang dapat berdiri sendiri tanpa orang lain.

Pada sistem ini pemerintah mempunyai otoritas dan wewenang yang kuat untuk melakukan pengawasan mutlak terhadap media. Kepemilikan media hanya oleh pemerintah atau lembaga tertentu yang ditunjuk dan diberi kepercayaan oleh pemerintah. Pemerintah juga memiliki wewenang mutlak untuk menentukan isian dan perspektif media. Dalam hal ini pers juga berfungsi sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah. Beberapa negara yang menggunakan sistem ini antara lain Malaysia dan Arab Saudi.

Indonesia pernah menerapkan sistem ini pada era orde baru. Sangat terasa nuansa pers yang dikuasai oleh pemerintah. Banyak tayangan televisi yang sarat tendensi propaganda. Tayangan klompen capir dan laporan khusus oleh pemerintah yang sering disampaikan oleh Harmoko atau Moerdiono, dua dari sekian banyak lagi ekspresi otoriter pemerintah Soeharto.

Begitu kuatnya peran pers sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah orde baru hingga memperngaruhi konstruksi realitas berpikir masyarakat. Misalkan saja penjulukan-penjulukan oleh orde baru dan istilah-istilah populer ketika orde baru yang disosialisasikan lewat media. Misalnya: Era tinggal landas, Memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat, Swasembada pangan, GPK, ekstrem kanan, ekstrem kiri, anti pancasila dan masih banyak lagi.

Tak bisa dipungkiri banyak hal positif yang berhasil disosialisasikan oleh orde baru dan banyak memberikan impuls positif bagi bangsa Indonesia. Contohnya Program KB, Transmigradi Bedol Desa, Panca Usaha Tani, VUTW (Varietas Unggul Tahan Wereng), Sapta Pesona, pembangunan TMII, dll.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa sistem ini mempunyai ekses positif dan negatif yang berjalan beriringan sebagai dampak penerapan dari sistem pers otoritarian.


Sistem Pers Libertarian
Pada sistem ini negara berfungsi sebagai fasilitator dan individu mempunyai wewenang mutlak atas dirinya untuk memilih informasi, menyampaikan pendapat, kritik, segala keluh kesah melalui pers.

Dalam sistem ini masyarakat dan pemerintah mengakui media massa sebagai satu sistem sekaligus institusi yang independen. Setiap lembaga yang mempunyai modal dapat dengan mudah membuat satu lembaga pers. Sistem libertarian tumbuh berkembang dalam masyarakat yang cenderung rasional dan demokratis. Amerika adalah salah satu negara yang menerapkan sistem ini.

Tak bisa dipungkiri bagaimana perkembangan media di Amerika dari tahun ke tahun. Jumlah televisi kabel, koran, majalah dan tabloid dengan berbagai bentuk, kemasan dan kecenderuangan spesifik ideologi mewarnai perkembangan media massa di Amerika Serikat. Coba dilihat bagaimana majalah Time seringkali mengungkap skandal-skandal politik kelas duania. Bahkan Soeharto pernah dinominasikans sebagai salah satu koruptor sekaligus diktator oleh majalah Time. Walaupun pada akhirnya Pengacara Soerharto menuntut majalah Time.

Dari kasus Soeharto banyak pendapat yang bergulir, di satu sisi dianggap sebagai pengungkapan fakta yang berani, di satu sisi diannggap mengacuhkan sisi etis dan rasa menghormati orang lain karena penelusuran fakta dan analisis yang pragmatis karena didasarkan pada situasi politik pada saat itu, tidak lain berorientasi pada keuntungan secara materi.

Pada sistem pers ini, organisasi media dapat muncul dengan mudah, sebaliknya juga dapat tumbang dengan mudah karena kalah bersaing. Banyak juga organisasi media bisa terbawa ke arus industri yang hanya berorientasi pada keuntungan semata tanpa mempertimbangkan etika moral dan profesionalitas kerja

Keduanya sistem di atas pada dasarnya menghargai individu dan masyarakat dengan cara berbeda dengan segala kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dua ideologi ini pada dasarnya berangkat dari sistem berpikir masing-masing yang pada akhirnya mempengaruhi wilayah ekspresi dan sistem lain yang terdapat dalam satu kerangka sistem yang lebih besar. Masyarakat manapun akan memilih untuk mengubah atau meninggalkan satu adat, tradisi, kebiasaan tertentu apabila dianggap sudah tidak relevan lagi. Sama halnya dengan sistem pers. Selama satu sistem masih diterima oleh masyarakatnya tentunya akan tetap langgeng sebagai sebuah sistem yang ideal, sebaliknya juga bisa terjadi jika satu sistem pers tertentu dianggap tidak memiliki relevansi.