CLICK HERE FOR BLOGGER TEMPLATES AND MYSPACE LAYOUTS »

09 Juli 2009

Ideologi sebagai Sebuah Sistem Berpikir Masyarakat

Kompleksitas bermula dari keserhanaan. Seperti juga dengan masyarakat yang semakin hari tergiring dalam suasana kosmopolit. Dideru berbagai warna, citra dan wacana.

Berawal dari individu-individu bebas yang membentuk sebuah keluarga, kemudian berkembang menjadi kelompok-kelompok masyarakat yang lebih besar. Dalam kelompok-kelompok tersebut dipilih seorang primus inter pares (orang yang pertama di antara yang sederajat) sebagai seorang pemimpin. Dari sinilah awal terbentuknya negara yang terjadi secara genootschaft (persekutuan masyarakat).

Dalam persekutuan masyarakat yang terus berkembang, berkembang pula kebudayaan sebagai sebuah sistem yang tak mungkin terlepas dari eksistensi manusia. Sebagai sebuah system, budaya lahir, tumbuh, berkembang dan mati mengikuti hakikat manusia sebagai makhluk yang dinamis dan kreatif. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa budaya adalah sebuah konstruksi dan kesepakatan yang referensial. Demikianpun tentunya dengan sistem sosial politik yang berlaku dan berlangsung dalam sebuah negara.

Dalam teori siklus oleh polybios dinyatakan bahwa sistem pemerintahan monarki adalah sistem pemerintahan paling tua, yang berkembang melalui sistem primus inter pares. Dalam teori tersebut digambarkan ketimpangan pada sistem monarki mengakibatkan pemerintahan yang tiran, sebagai antitesis terhadap tirani muncullah kaum cendekiawan dan aristokrat. Tak berhenti sampai di sini sistem terus berubah karena perubahan berbagai sub system di dalamnya, kontektstualitas dan relevansi.

Seringkali kita terjebak pada cara berpikir konvensional. Kita seringkali melihat dan meletakkan sesuatu dalam kerangka dikotomi mutlak. Misalnya: Hitam-putih, Utara-selatan, baik-buruk, dan sebagainya. Cara berpikir yang sering menjebak kita dalam cara berpikir yang stereotipe dan sering melupakan hal yang abu-abu.

Sebuah ideologi yang lahir pada dasarnya melihat sesuatu secara parsial, pada aspek-aspek tertentu dari kompleksitas dimensi suatu hal. Sebagai sebuah wacana, ideologi dapat lahir sebagai satu sistem berpikir yang baru atau mungkin menentang status quo yang ada. Terdapat dua ideologi besar yang sampai hari ini selalu dipertentangkan dan dianggap berlawanan, liberalisme dan sosialisme.

Liberalisme dan sosialisme membawa pada persepsi yang seringkali menganggap bahwa kedua idelogi ini mutlak bertentangan. Sebaiknya tak cukup sampai di sini dan kita setuju begitu saja. Pada tataran yang lebih obyekti, perlu dibuktikan lebih jauh dengan indikasi-indikasi yang mutlak dan lebih transparan. Bukankah konsep sebagai sesuatu yang abstrak harus dibuktikan dengan berbagai proposisi yang signifikan dan lebih konkret?


Terbentuknya Sistem Pers

Sistem bersifat hierarkis. Terbentuk atas sub-sub sistem dalam kesatuan struktur dan mekanisme yang terkait. Terbentuknya sistem pers tidak terlepas dari filsafat sosial, kondisi sosial politik, berbagai dinamika serta kompleksitas masyarakatnya.

Dalam konteks yang lebih luas sistem pers yang diterapkan dalam satu negara tertentu adalah manifestasi dan relevansi dari sistem berpikir masyarakat yang dikontruksi, diterima dan diyakini secara bersama-sama sebagai suatu hal yang ideal dan representatif.


Sistem Pers Otoritarian

Pada dasarnya otoritas berbicara tentang wewenang atas kekuasaan yang diberikan pada lembaga tertentu. Negara dianggap sebagai ekspresi dan manifestasi tertinggi dari individu.

Sistem ini banyak dipakai di negara-negara yang menerapkan paham absolut Otoritarian lebih menghargai kolektivitas. Eksistensi personal individu tidak diakui sebagai manusia yang dapat berdiri sendiri tanpa orang lain.

Pada sistem ini pemerintah mempunyai otoritas dan wewenang yang kuat untuk melakukan pengawasan mutlak terhadap media. Kepemilikan media hanya oleh pemerintah atau lembaga tertentu yang ditunjuk dan diberi kepercayaan oleh pemerintah. Pemerintah juga memiliki wewenang mutlak untuk menentukan isian dan perspektif media. Dalam hal ini pers juga berfungsi sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah. Beberapa negara yang menggunakan sistem ini antara lain Malaysia dan Arab Saudi.

Indonesia pernah menerapkan sistem ini pada era orde baru. Sangat terasa nuansa pers yang dikuasai oleh pemerintah. Banyak tayangan televisi yang sarat tendensi propaganda. Tayangan klompen capir dan laporan khusus oleh pemerintah yang sering disampaikan oleh Harmoko atau Moerdiono, dua dari sekian banyak lagi ekspresi otoriter pemerintah Soeharto.

Begitu kuatnya peran pers sebagai perpanjangan tangan dari pemerintah orde baru hingga memperngaruhi konstruksi realitas berpikir masyarakat. Misalkan saja penjulukan-penjulukan oleh orde baru dan istilah-istilah populer ketika orde baru yang disosialisasikan lewat media. Misalnya: Era tinggal landas, Memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat, Swasembada pangan, GPK, ekstrem kanan, ekstrem kiri, anti pancasila dan masih banyak lagi.

Tak bisa dipungkiri banyak hal positif yang berhasil disosialisasikan oleh orde baru dan banyak memberikan impuls positif bagi bangsa Indonesia. Contohnya Program KB, Transmigradi Bedol Desa, Panca Usaha Tani, VUTW (Varietas Unggul Tahan Wereng), Sapta Pesona, pembangunan TMII, dll.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa sistem ini mempunyai ekses positif dan negatif yang berjalan beriringan sebagai dampak penerapan dari sistem pers otoritarian.


Sistem Pers Libertarian
Pada sistem ini negara berfungsi sebagai fasilitator dan individu mempunyai wewenang mutlak atas dirinya untuk memilih informasi, menyampaikan pendapat, kritik, segala keluh kesah melalui pers.

Dalam sistem ini masyarakat dan pemerintah mengakui media massa sebagai satu sistem sekaligus institusi yang independen. Setiap lembaga yang mempunyai modal dapat dengan mudah membuat satu lembaga pers. Sistem libertarian tumbuh berkembang dalam masyarakat yang cenderung rasional dan demokratis. Amerika adalah salah satu negara yang menerapkan sistem ini.

Tak bisa dipungkiri bagaimana perkembangan media di Amerika dari tahun ke tahun. Jumlah televisi kabel, koran, majalah dan tabloid dengan berbagai bentuk, kemasan dan kecenderuangan spesifik ideologi mewarnai perkembangan media massa di Amerika Serikat. Coba dilihat bagaimana majalah Time seringkali mengungkap skandal-skandal politik kelas duania. Bahkan Soeharto pernah dinominasikans sebagai salah satu koruptor sekaligus diktator oleh majalah Time. Walaupun pada akhirnya Pengacara Soerharto menuntut majalah Time.

Dari kasus Soeharto banyak pendapat yang bergulir, di satu sisi dianggap sebagai pengungkapan fakta yang berani, di satu sisi diannggap mengacuhkan sisi etis dan rasa menghormati orang lain karena penelusuran fakta dan analisis yang pragmatis karena didasarkan pada situasi politik pada saat itu, tidak lain berorientasi pada keuntungan secara materi.

Pada sistem pers ini, organisasi media dapat muncul dengan mudah, sebaliknya juga dapat tumbang dengan mudah karena kalah bersaing. Banyak juga organisasi media bisa terbawa ke arus industri yang hanya berorientasi pada keuntungan semata tanpa mempertimbangkan etika moral dan profesionalitas kerja

Keduanya sistem di atas pada dasarnya menghargai individu dan masyarakat dengan cara berbeda dengan segala kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dua ideologi ini pada dasarnya berangkat dari sistem berpikir masing-masing yang pada akhirnya mempengaruhi wilayah ekspresi dan sistem lain yang terdapat dalam satu kerangka sistem yang lebih besar. Masyarakat manapun akan memilih untuk mengubah atau meninggalkan satu adat, tradisi, kebiasaan tertentu apabila dianggap sudah tidak relevan lagi. Sama halnya dengan sistem pers. Selama satu sistem masih diterima oleh masyarakatnya tentunya akan tetap langgeng sebagai sebuah sistem yang ideal, sebaliknya juga bisa terjadi jika satu sistem pers tertentu dianggap tidak memiliki relevansi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar